Senin, 29 Februari 2016

KETIKA HARUS BERJUDI DENGAN KEHIDUPAN

Diposting oleh Rumah Kopi di 10.59 0 komentar

Aku tidak tahu, seperti apa kehidupanku kelak. Itu jelas. Aku toh bukan peramal masa depan. Aku hanya tahu bagaimana mempersiapkan segala seuatu, jauh di awal.

Tentang keputusanku untuk meninggalkan negara yang telah mengajariku banyak hal, sedikit membuatku risau. Tetapi melulu pada kerisauan itu, yang bersifat keduniawian, yang tidak membuatku bahagia, alih-alih nyaman, apa lagi yang kupertahankan?

Aku belajar mengikuti langkah kaki. Tentu saja logikaku masih jalan. Masih hidup. Tentu saja. Bukankah aku ini seperti robot autentik, yang setiap geraknya senantiasa diperhitungkan. Andai saja, ada hal yang keliru, meleset dari perhitungan, aku tahu bagaimana mengantisipasi supaya langkahku tidak terlalu lama timpang. Apakah aku terdengar sombong?

Keputusanku sudah bulat. Aku tidak bahagia di sini, bahkan dengan nominal gaji yang fantastis bagi ukuran wanita.  Ada pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang mondar-mandir di kepala:

Untuk apa hidupku ini? Apa semua melulu tentang materi yang tak akan terpuaskan sampai akhir zaman.

Aku ingin menemukan jawaban. Aku tidak mau terjebak dan selamanya hidup sebagai tumbal kehidupan. Aku berhak mencari kebahagiaanku. Pun begitu, segalanya masih sama. Prioritas tetap sama. Apa pun itu, hidupku ini tak lain demi memenuhi hajad hidup orang banyak. Selebihnya, aku juga ingin mewujudkan impianku.

Barangkali memang, ini beresiko tinggi. Aku melepaskan sesuatu yang sudah pasti dan menggapai hal yang masih samar. Tapi kan kalau kita tidak mencoba, tak pernah tahu hasilnya.

Hidup itu perjudian besar. Jika tidak berani memasang taruhan, bagaimana mungkin berkesempatan memenangkan hadiah. Lagi pula, bukan hanya hadiahnya yang membuatku bersemangat. Seseorang, yang kelak akan mendampingiku seumur hidup, menungguku di sana.

Pernikahan, hidup seatap, sama-sama mewujudkan impian, adalah pasti menenangkan. Inilah harapan terbesar wanita. Menikah dengan orang yang tepat.

Hidup bukan perihal menambah jumlah nol di rekening. Lebih dari itu, kenyamanan, bagiku segalanya. Ya, saat-saat terburuk, jauh lebih mudah dijalani ketika ada seseorang yang tak pernah melepaskan kita untuk pergi. Segala sesuatu akan terlihat indah jika kita melihatnya dari kaca mata (hati) bening (bahagia). Sebaliknya, semua jadi redup, gelap, kalau kaca matanya kotor berdebu.

Rabu, 17 Februari 2016

KERACUNAN SAMBAL

Diposting oleh Rumah Kopi di 21.26 1 komentar

Lidah jawa, selalu akrab dengan makanan pedas. Tidak selalu sih, tetapi kebanyakan memang begitu, pecinta kuliner pedas. Katanya sih kalau tidak pedas, makanannya kurang sedap. :)

Aku suka pedas. Eh, tapi masih di level standar kali ya. Pedasnya tidak sampai bikin lidah kebas.

Bicara soal pedas, yang jelas pikiran kita tertuju pada sambal. Kapan hari itu, dapat kiriman sambal terasi dari saudara. Seneng sudah pasti. Secara, sambal terasi merupakan makanan langka di negara ini. Dan mengingat, aku sendiri "tidak bisa masak" dan jarang mendapati sambal terasi menghiasi piring nasi, kemarin aku makannya lumayan rakus. Nasinya sedikit, sambalnya banyak.

Oh sial! Semalam, gara-gara keracunan sambal, aku diare. Bolak-balik ke kamar mandi. Sakit perutnya benar-benar parah. Sumpah gilak, habis BAB, langsung muntah. Rasanya mau pingsan. Aku curiga, ditaruh obat pencuci perut pada sambal itu. Pfffttt

Pagi-pagi, aku menelpon saudaraku. Komplain tentang sambal kirimannya. Dia malah terkekeh santai. Katanya, dia juga ikut makan sebelum sambal itu dikirim ke tempatku. Tapi, perutnya baik-baik saja. Yah ... aku jadi garuk-garuk jidat. Mungkin kondisi pencernaan setiap orang tidak sama. Jadi, efek pasca makan sambal pun jelas-jelas memiliki reaksi beda.

Bagi kalian penyuka makanan pedas, ini beberapa efek samping yang ditimbulkan. Hati-hati ya. Boleh makan pedas sih asal tidak berlebihan sehingga diare sampai mau pinsan.

1. Gastritis

Gastritis adalah inflamasi atau peradangan yang terjadi pada lambung. Biasanya gastritis atau yang biasa disebut dengan maag ini disebabkan karena bakteri tetapi terlalu banyak makan cabai juga bisa menjadi salah satu penyebabnya karena makanan pedas dipercaya dapat menurunkan kemampuan lapisan pelindung lambung. Lapisan ini berfungsi melindungi lambung dari asam lambung.

2. Refluks asam lambung

Salah satu yang tidak dibolehkan pada orang yang memiliki penyakit refluks asam lambungadalah mengkonsumsi makanan yang pedas-pedas. Refluks asam lambung kronis dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti kanker esophagus, pneumonia dan gigi rusak karena asam lambung.

3. Insomnia

Kebanyakan kita tidak tahu bahwa selain kafein ternyata makanan pedas juga bisa menimbulkan kesulitan tidur. Ini terjadi karena setelah memakan makanan pedas maka suhu tubuh akan naik (itu sebabnya kita berkeringat setelah memakannya) sementara tubuh perlu melambatkan metabolisme sebelum tidur. Supaya lebih mudah tidur, hindari makanan pedas mendekati jam tidur.

4. Menurunnya kepekaan lidah

Semakin lama orang terbiasa mengkonsumsi makanan yang pedas maka kepekaan lidahnya menurun. Bagi orang lain satu sendok sambal sudah sangat pedas tetapi bagi orang yang terbiasa maka hanya sedikit merasakan pedas. Ini tidak hanya berlaku pada rasa pedas saja tetapi juga berpengaruh terhadap pengecapan rasa lainnya seperti manis, asin, asam dan pahit. Menurunnya indera pengecapan ini tidak jauh berbeda pada berkurangnya pendengaran orang berada dilingkungan bising, keduanya mempunyai akibat yang permanen.

5. Sakit perut dan diare

Ini akibat iritasi pada organ pencernaan karena makanan pedas. Meskipun sifatnya akut dan tidak persisten tetapi ini merupakan suatu tanda bahwa kita sudah kelebihan makanan pedas.

(Sumber: kesehatanlengkap.com)

Minggu, 14 Februari 2016

CARAMEL MACHIATTO YANG HAMBAR

Diposting oleh Rumah Kopi di 20.44 3 komentar

Tadi, setelah enam bulan yang lalu, aku datang lagi ke sana. Kedai kopi favorit kita. Benar tidak ya, itu tempat memang favorit, atau kita berdua kurang familiar dengan kedai kopi di Ximenting. :)

Terakhir ke sana, beberapa hari menjelang kepergianmu dari negara ini. Lalu, aku memutuskan tidak akan mendatangi Starbucks lagi. Bukan apa-apa sih, hanya saja, kenangan saat kita asyik menikmati setiap detik yang terus merangkak pergi, membuat rasa kangen kian menjadi. Dan betul saja.

Sepulang les, tadi aku mampir ke Starbucks dengan teman. Ketika mengantri di meja barista, kok rasanya lain. Biasanya, kamu yang berdiri di sebelahku, dan ketika bukan dirimu yang kudapati di sana, aku sedih.

Starbucks masih seperti yang dulu. Dan sialnya, tadi aku mendapat tempat di lantai 3, pojokan. Kamu ingat kan? :(
Caramel Machiatto, kopi favorit kita itu, yang biasanya enak dan selalu membuatku kurang sehingga merebut bagianmu, demi Tuhan, terasa hambar.

Air mataku jatuh satu-satu, masa. Tidak tahu kenapa? Jatuh begitu saja. Padahal aku tidak serapuh itu, kamu tahu. Aku hanya sedikit merasa sedih. Sedih telah berusaha membohongi diri sendiri bahwa aku membencimu dan berniat meninggalkanmu. Sedih telah mengucapkan kata-kata yang sebenarnya, aku sendiri tidak ingin mendengarkannya.

Aku tidak pernah mempermasalahkan masa depanmu, tidak pula merendahkanmu atas keadaan hidupmu. Aku menerimamu seperti kamu menerima keadaanku. Bahkan aku salut denganmu. Jika jadi kamu, belum tentu aku mampu menjalani hidup dengan penuh tekanan yang entah kapan berakhirnya.

Aku tidak pernah menjanjikan apa pun. Hanya saja, berniat memberikan dukungan dan menyediakan pundak untukmu bersandar dari beban hidup. Aku rumahmu. 

Tapi .... Kamu membenciku? Ah itu hanya ucapan saat emosi. Aku tahu kamu menyayangiku.

Aku ingin menua dengan melepas kegelisahan. Mendamaikan hati dengan tidak banyak memikirkan hal yang membuatku kian tertekan. Memasrahkan segala sesuatu pada Tuhan. Tentu saja setelah aku berupa terlebih dahulu. Dan kurasa, upayaku sudah lebih dari cukup. Maaf jika belum maksimal. Karena toh aku hanya manusia yang tak luput dari salah. Nabi saja, pernah salah, apa lagi aku? Kembalilah ketika rindumu sudah amat menggila. Sebelum itu, mari berbicara tentang setia ala penulis keren ini: Fadh Pahdepi.

Setia adalah melindungi.

Lazimnya seseorang yang bisa melindungi orang lain, dirinya harus terlebih dahulu selamat dari marabahaya. Melindungi tak sama dengan ‘menyelamatkan’. Mungkin kita bisa tidak selamat ketika kita berusaha menyelamatkan orang lain. Tapi kita tak bisa melindungi orang lain jika kita sendiri tak terlindung, bukan? Setia adalah situasi semacam itu… Saat kita tahu bahwa rasa cinta dan sayang kita telah terlindung, sehingga kita bisa melindungi perasaan orang yang kita cintai atau sayangi. Dalam relasi semacam ini terdapat hukum sebab akibat. Semua akibat yang kita terima ditentukan oleh sebab-sebab yang kita ciptakan. Jika kita tidak ingin disakiti, maka kita tak boleh menyakiti. 

Setia itu takut.

Ketakutan adalah situasi di mana kita tak bisa mengukur kekuatan kita sendiri karena kita tak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang situasi yang sedang dihadapi. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi besok, seberapa besar ujian yang akan datang, seberapa berat cobaan yang akan menimpa, dan seterusnya… Di sini, rasa takut diperlukan agar kita mawas diri. Kekhawatiran dibutuhkan agar kita selalu rendah hati dan tidak jumawa merasa bisa menghadapi semuanya sendirian. Kita selalu butuh teman sejati, seseorang yang akan mendampingi kita dalam kondisi apapun dan bukan seseorang yang hanya akan membersamai kita saat bahagia saja… Setia adalah rasa takut kehilangan teman semacam itu.

Setia itu tidak mendua.

Tidak menduakan cinta. Tidak menduakan rasa. Tidak menduakan hati. Tidak memberi kesempatan untuk menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang bisa membuat satu hati tersakiti.

Setia itu bersyukur.  

Sabar itu ada batasnya, tetapi syukur tak pernah memiliki batas. Syukur itu meluaskan. Cara berpikir kita akan sempit ketika kita gagal bersyukur. Mungkin seseorang yang selama ini kita cintai memiliki banyak kekurangan. Jika kita tidak bersyukur, tentu kita akan mulai mencari yang tak dimiliki pasangan kita pada diri orang lain. Tetapi jika kita bersyukur, betapa kita akan tahu bahwa seberapa banyak pun kekurangan yang dimiliki pasangan kita, sebenarnya tak bisa kita bandingkan dengan begitu banyak kelebihan-kelebihan yang telah ia berikan dalam hidup kita selama ini. Syukur semacam itu mungkin tak akan mengubah masa lalu, tetapi pasti melapangkan masa depan.

Tapi, di atas semua itu, setia itu sulit…

Maka hanya mereka yang bersungguh-sungguh mencintai saja yang bisa setia. Ya, setia itu sulit. Sebab jika ia mudah, tak akan ada orang yang memiliki cinta yang luar biasa.

Selasa, 02 Februari 2016

KARENA HIDUP BEGITU BERHARGA

Diposting oleh Rumah Kopi di 11.06 0 komentar
Dragon Ball saja, berjuang agar hidupnya lebih baik. Masa aku kalah sih. :D 

Aku dan mungkin juga pekerja lainnya, tidak bisa mengelak atas sebuah tekanan. Tekanan dari pekerjaan. Terkadang bukan pekerjaan itu yang membuat rumit. Melainkan perilaku sok kuasa 'ia' yang adalah pemilik atas kebebasan para pekerja, membuat semuanya terasa menyebalkan.

Tolong jangan menghakimi bahwa aku dan mungkin juga mereka yang hidupnya di bawah tekanan, berhati lembek. Manja, lebih tepatnya, sehingga mengkambing hitamkan tekanan-tekanan itu sebagai sesuatu yang patut ditakuti. 

Takut sih tidak. Mungkin hanya kesal. Betapa pun pandainya seseorang menahan emosi, adakalanya kondisi fisik yang lelah, dengan emosi yang menggunung, sama halnya menggenggam bom yang suatu saat, menunggu waktu, meledak.

Kadang-kadang aku kehabisan cara menyemangati diri sendiri. Bahwa aku punya motifasi besar atas apa yang sedang kupertahankan saat ini. Bertahan pada masa-masa menyebalkan, hidup bersama dengan orang asing yang menganggap dirinya adalah bebas menyuruhku lompat dari ketinggian lantai 7, tentu saja bukan hal mudah. 

Aku hanya bisa berkata dalam hati, ayolah ... Ini hanya sementara. Segala sesuatu, apa pun itu, diawali dari yang sulit dulu. Bahkan di sela hari-hari sulit ini, aku bisa melanjutkan pendidikan. Lagi pula, dari sini aku mendapatkan banyak kesempatan yang barangkali luput jika aku tetap bernaung di bawah lindungan orangtua. 

Untuk mendapatkan sesuatu yang besar, tentu saja mesti ditukar dengan hal yang besarnya sebanding. Pengorbanan, entahlah jika aku menyebut ini pengorbanan, semoga tidak terlalu mendramatisir. Yang jelas, semua rasa lelah hati dan fisik, terbayar lunas dengan apa yang kuperoleh. Menjadi tulang punggung keluarga, meskipun orangtua tidak menuntut atas hal itu, namun sumpah hal ini membuat hidupku lebih berarti. Ya, paling tidak, tak sia-sialah mereka memiliki anak sepertiku. Hehe 

Bukan hanya senyum bangga dari orangtua, gelar sarjanan ekonomi yang akan kubawa pulang ke tanah air kelak, adalah bukti bahwa kesulitan seperti apa pun tidak lantas menyurutkan niatku dan berhenti di tengah jalan sebelum tujuanku tercapai. 

Prinsip hidupku, akan kuupayakan apa pun itu semaksimal mungkin. Ngeyel barangkali. Aku akan menyerah jika semua jalan, tertutup. 

Aku lelah. Tapi hidupku bukan melulu menperjuangkan kebahagiaan atau masa depanku sendiri. Ada banyak tanggung jawab yang menuntunku untuk tetap tegak meskipun nyeri itu membuatku meradang. Hidup terlalu berharga jika hanya diawali dari turun ranjang dan kembali ke ranjang, tanpa melakulan sesutau yang hebat. 

 

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting