Senin, 21 Desember 2015

DEMI KEMUNAFIKAN YANG TIDAK ADIL DAN TAK BERADAB

Diposting oleh Rumah Kopi di 18.15
Di dunia ini semua hal bisa terjadi, dan apa yang akan terjadi kita tak akan pernah mengetahui. Marilah kita hadapi. Pasti ada jalan ke luar. Hari ini entah giliran siapa yang akan bahagia? Hari ini, entah 'ATM' hidup mana lagi yang kamu kelabuhi dengan tampang sok alimmu yang bedebah luar biasa.

Hai, Kak. Apa kabar? Semoga kamu baik-baik ya. Tentu saja tidak boleh terjadi apa-apa denganmu. Jujur ini. Setidaknya sampai urusan mengenai tanggung jawabmu selesai. Sebab, ini bukan hanya menyangkut diriku. Sebab, ada segelintir orang yang menunggumu memenuhi janji, beberapa saat lalu kamu ucapkan. 

Oh iya, Kak, boleh aku memberitahukanmu sesuatu, meskipun tentu saja wawasanmu lebih luas dariku. Ya anggap saja, ini semacam mengingatkan. Itu pun jika kamu membaca nyinyiranku di sini. Ah walaupun tidak yakin sih, mengingat pesan yang kusampaikan lewat inbokmu, tak kamu hiraukan. 

Kak, aku pikir uang bukan satu-satunya hal penting di dunia ini. Barangkali, kamu lupa atau pura-pura tidak peduli, atau yakin bahwa orang-orang yang kamu kelabuhi, selamanya tutup mulut, atau kamu memang luar biasa bedebah! 

Kak, hal lain yang lebih penting daripada uang, ialah reputasi. Reputasi baik yang tentu saja butuh waktu seumur hidup membangunnya.

Kak, andai kata kamu tidak punya pekerjaan, tidak punya uang, dengan mengandalkan reputasi baik pada dirimu, pembawaanmu bersahaja, punya keahlian di bidang tertentu, bisa jadi, orang-orag yang mengenalmu tidak ragu mengajakmu bergabung bekerjasama, sehingga kedua belah pihak diuntungkan. Itu sih, contoh sederhana. 

Tetapi, jika kamu mencoreng reputasimu sendiri, dengan berbohong sana-sani, meminjam uang dengan dalih ini itu, sakit parah, laptop rusak, bapak meninggal dunia, dan ketika orang-orang mempertanyakan tanggung jawabmu, kamu membatu laiknya patung pancoran. 

Jadi begini, Kak. Bukannya aku mengancam, atau menakut-nakuti, atau menggurui. Sama sekali bukan. Ini sesuai dengan ilmu yang kupelajari di fakultas manajemen ekonomi, bahwa para pelanggan yang tidak puas terhadap 'barang' yang dibeli, ada banyak kemungkinan yang akan dilakukan mereka. Misalnya, langsung komplain dengan pihak bersangkutan, menggugat, dan ada pula yang menyebarluaskan perihal 'keburukan barang' itu, dari mulut ke mulut. Tentu saja.

Nah, ketika kamu melakukan satu, dua, tiga, empat, atau lebih banyak lagi keburukan, kecurangan, jangan mengira bahwa orang yang kamu rugikan akan diam saja. Jika sudah begitu, siapa yang akan mempercayai dan mau bekerja sama denganmu coba?


Kak, perkenalkan, ini kakek penjual aneka kue basah. Beliau berusia 87 tahun. Berjualan di pinggir jalan, mulai dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Senin sampai Sabtu. Tidak peduli cuaca ekstrim di musim dingin, hingga mencapai suhu 7 derajat celcius. Bagi kita yang terbiasa dengan cuaca tropis, bisa dibayangkan dong, betapa dinginnya suhu 7 derajat itu. Tetapi, Kak, kakek ini tidak sedikit pun nampak murung mendapati keadaan seperti itu. Senyum dan sapaan ramah terhadap orang-orang berlalu lalang tak pernah absen dari bibir keriputnya. Beliau dengan santun menawarkan dagangan. Reputasinya benar-benar baik.

Di usia 87 tahun, sungguh tidak mudah baginya duduk di kursi tanpa sandaran, abai terhadap cuaca dingin, panas, maupun hujan, demi sesuap nasi, Kak. Beliau menjual tenaga. Bukan menjual cerita palsu (sakit parah) demi meraih simpati orang lain. Sumpah! Itu memalukan. Tidakkah Kakak malu? Atau, urat malumu sudah ikut kamu gadaikan!

Kak, orang lain mati-matian bekerja. Mengumpulkan sepeser demi sepeser. Meninggalkan keluarga, bertahan hidup menjalani masa sulit. Lalu dengan naifnya, kamu mengeruk sebagian jerih payah itu, dengan dalih demi pengobatan penyakit karanganmu.

Ayolah, Kak! Kita ini bukan ladang gandum yang bisa dipanen kapan saja! Kita, teman-temanmu yang jika kamu mati, bakalan patungan membelikan kain kafan. Menguburkanmu. Mendoakanmu. 

Kak, aku pernah bertanya, separah apa penyakitmu? Lalu kamu berkata: jika aku mengenal sosok Hazel Grace dalam The Fault In Our Stars, seperti itulah gambaran kondisi fisikmu. 

Hazel Graze bisa pergi ke Amsterdam meskipun kondisi fisiknya sangat buruk. Paru-parunya, entah kapan berhenti bekerja, tetapi dia tetap nekad ke sana demi menemui penulis buku KEMALANGAN LUAR BIASA itu. Dan Hazel baik-baik saja setelah melakukan perjalanan jauh. 

Hei! Itu cuma fiksi. Dalam kisah nyata, belum pernah menemukan sosok seperti Hazel, gadis umur 16 tahun itu yang meskipun sekarat, tetap santai menjalani hidup. Dan kamu! Ya, ampun! Kamu tidak sakit separah itu kan? Tidak perlu ongkos buat pergi ke Palembang demi pengobatan alternatif, kan? Buktinya, sampai sekarang kamu belum mati. Eh, maksudku, tidak nampak terlihat seperti seorang dengan kanker bersarang di paru-parumu.

Waktu itu, aku pikir, aku telah melakukan perkara mulia. Membebaskanmu dari tanggungan jutaan rupiah. Aku sempat bangga. Yah ... Setidaknya, sebelum kamu mati, aku pernah berbuat baik. Eh! Ternyata itu hanya omong kosong. Bedebah. Kamu memanfaatkan kenaifanku demi menguntungkan dirimu sendiri.

Mula-mula, aku relakan saja uang itu. Toh jumlahnya tak melebihi gajiku satu bulan. Tetapi, Kak, ada hal yang membuatku terusik untuk mengungkit perkara silam. Ketika Bapakku terkapar di ruang ICU, Rs Dr. Saiful Anwar, Malang, yang biaya kamarnya sebesar Rp 1 juta/hari, belum biaya menebus resep, dan lain sebagainya, sewaktu aku pontang panting kebingungan mencari uang demi membantu meringankan beban Ibu, saat itu aku teringat kamu yang bedebah. Yang pura-pura sekarat dan aku dengan lugunya begitu mudah melepas uang demi kemunafikan yang tidak adil dan tidak beradab. Begitu aku butuh uang, malah kesulitan mendapatkan. Sakit sekali hatiku, Kak. Ironis ya hidup ini!

Kak, Desember segera berlalu, jika kamu tidak menunjukkan etikad baik, maka jangan salahkan aku dan mungkin teman lain, mengambil tindakan yang bahkan bisa membuatmu terkucil seumur hidup! 

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Tugas selanjutnya setelah mendapat anugerah berupa hati yang baik adalah belajar menentukan ke mana kebaikan itu sebaiknya kita alamatkan.

Teruslah belajar, Key :)

seno on 23 Desember 2015 pukul 13.57 mengatakan...

Wah bacanya jd asyik nih mbak, pembaca seperti jadi kakak beneran iya iyaa adik..terimakasih atas kepedulian adik. Hahaha ( klo boleh tertawa )
Salam kenal

Rumah Kopi on 28 Desember 2015 pukul 08.45 mengatakan...

Siap Mas Dedy. Terima kasih suportnya. Terima kasih ilmunya juga. ^_^

Rumah Kopi on 28 Desember 2015 pukul 08.46 mengatakan...

Terima kasih sudah membaca celoteh saya, Mas. Silakan tertawa sepuasnya. ^_^

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting